FIB - Empat orang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Unand yang sedang melaksanakan Student Mobility Program di Universitas Leiden mengikuti kelas Introductory Class Bahasa Indonesia dengan pengajar/tutor Dr. Suryadi dan Dr. Aone van Engelenhoven di Gedung Van Eyckhof 2/002, Universitas Leiden, pada Kamis, 6 September 2019.

Kelas itu menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris karena diikuti oleh mahasiswa internasional yang berasal dari Belanda dan berbagai negara lainnya di dunia.

Keempat mahasiswa FIB Unand tersebut adalah Mita Handayani (Jurusan Sastra Inggris), Amelia Khairunnisa (Jurusan Sastra Minangkabau), Ihsan Fuadi Yusda (Jurusan Sastra Indonesia), dan Risa Junita Sari (Jurusan Ilmu Sejarah).

Pada jam kedua setelah rehat, Dr. Suryadi menjelaskan bahwa Bahasa Indonesia merupakan bagian dari rumpun Bahasa Austronesia. Bahasa Indonesia merupakan kelanjutan dari Bahasa Melayu dari zaman lampau dan diucapkan di seluruh Indonesia. Di samping itu, Dr. Suryadi juga menjelaskan tentang variasi dan perkembangan Bahasa Melayu, dulu dan sekarang. Merujuk kajian-kajian linguistik historis, Dr. Suryadi mengatakan bahwa babon dari Bahasa Melayu adalah Bahasa Austronesia, yang kemudian melahirkan Bahasa Melayu Proto di samping bahasa-bahasa lainnya. Bahasa Melayu Proto kemudian berkembang menjadi Bahasa Melayu Induk, yang secara geografis kemudian terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bahasa Melayu Barat (Bahasa Melayu Riau, Bahasa Melayu, dan Bahasa Indonesia), Bahasa Melayu Tengah (Bahasa Melayu Johor, Bahasa Malaysia, Bahasa Melayu Brunei, dan Bahasa Melayu Singapura), dan Bahasa Melayu Timur (Bahasa Melayu Kelantan dan Patani).

Foto 2: Foto bersama keempat orang mahasiswa FIB Unand dengan Dr. Suryadi setelah acara kelas selesai di Universitas Leiden

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa sekarang Bahasa Indonesia (di Indonesia) dan Bahasa Melayu (di Malaysia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya) menjadi bahasa dengan penutur keenam terbesar di dunia dengan sekitar 281 juta penutur, setelah Bahasa Mandarin (1,1 milyar penutur), Bahasa Inggris (983 juta penutur), Bahasa Hindustani (Hindi dan Urdu) (544 juta penutur), Bahasa Spanyol (527 juta penutur), dan Bahasa Arab (422 juta penutur).

“Oleh karena itu, Bahasa Indonesia/Melayu penting untuk dipelajari. Di Universitas Leiden sendiri, Bahasa Melayu (predecessor Bahasa Indonesia) sudah diajarkan sejak abad ke-19,” kata Dr. Suryadi.

Dr. Suryadi juga menjelaskan sifat kelisanan (orality) Bahasa Melayu/Indonesia yang tinggi. “Kodifikasi tertulis yang agak sistematis baru terjadi pada abad ke-15 seiring dengan dikembangkannya aksara Jawi di wilayah Melayu Nusantara akibat kedatangan Islam di wilayah ini. Walaupun demikian, pada masa sebelum kedatangan Islam, aksara-aksara yang berasal dari India (seperti Pallava) juga sudah digunakan untuk mengkodifikasikan Bahasa Melayu dalam ragam tulis. Sejak paroh kedua abad ke-19, aksara Latin yang diperkenalkan oleh kuasa Barat (Eropa) mulai digunakan untuk mengkodifikasikan Bahasa Melayu, menggeser peran aksara Jawi, dan bertahan hingga sekarang,” paparnya.

Kelas pengenalan Bahasa Indonesia yang diikuti oleh empat mahasiswa FIB Unand itu diadakan dalam rangka penerimaan mahasiswa baru Department of South and Southeast Asia, Faculteit der Geesteswetenschappen, Universiteit Leiden, tahun ajaran baru 2019/2020. Kelas regular untuk semester ini (Semester 1) akan dimulai pada minggu kedua bulan September ini.

Menjelang akhir kuliah itu, Dr. Suryadi membuat dialog perkenalan sebagai cara awal menyentuhkan alat ucap mahasiswa baru tersebut dengan kosakata Bahasa Indonesia. Mahasiswa diminta berkenalan dengan teman di sebelahnya dalam Bahasa Indonesia. Keempat mahasiswa Unand tersebut juga dilibatkan, sehingga muncul interaksi multinasional di kelas itu.

Dr. Suryadi mengundang para mahasiswa dari FIB Unand tersebut dengan maksud agar mereka merasakan suasana di kelas di Universitas Leiden, sesuai dengan (salah satu) tujuan program Student Mobility Program Unand. Interaksi pertama mereka dengan mahasiswa asal Belanda dan negara-negara lainnya di kelas itu diharapkan akan berlanjut selama sebulan mereka tinggal di Leiden (September 2019). Selain itu, mereka juga diminta aktif mengikuti seminar/ceramah ilmiah yang diadakan di lingkungan Universitas Leiden. Salah satu ceramah (lecture) yang sudah mereka hadiri adalah “A humanist studies a Thai policeman (1898-2006) oleh Craig Reynolds yang diadakan di KITLV Leiden, pada Rabu, 4 September 2019. (lihat: https://www.kitlv.nl/event/seminar-a-humanist-studies-a-thai-policeman-1898-2006-craig-reynolds/).

Keempat mahasiswa UNAND tersebut juga sudah mengantongi entrance card Leiden University Library, yang memungkinkan mereka dapat mengeksplorasi kekayaan koleksi perpustakaan itu untuk studi mereka.

Ihsanul Fuadi Yusda, salah seorang mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia FIB Unand yang mengikuti kelas itu menyatakan bahwa ada suasana yang berbeda yang dia rasakan ketika mengikuti kelas di Universitas Leiden.

“Di sini kelasnya kondusif karena mahasiswanya tidak terlalu banyak dalam satu kelas. Sehingga, proses belajar mengajar (PBM) antara dosen dan mahasiswa menjadi lebih interaktif sehingga kedua belah pihak mendapatkan feedback yang baik. Kemudian, bentuk susunan tempat duduknya seperti leter U. Dengan tempat duduk seperti ini semua mahasiswa langsung berhadapan dengan dosen yang mengajar sehingga tidak ada kesempatan untuk sibuk sendiri dan tidak memperhatikan dosen,” ungkapnya.

Reporter: Mita Handayani, Editor: Ayendi, Admin: Tri Eka Wira

Alumni