Minggu, 5 Mei2024, suasana Museum Adityawarman menjadi lebih hidup dengan kehadiran sekelompok anak jalanan yang antusias, serta seorang mahasiswi bersemangat, Raisa Tanjia Ayesha Noori, dari Jurusan Sastra Inggris angkatan 21.
Raisa tidak hanya membawa pengetahuannya dalam bidang sastra, tetapi juga semangat untuk membagikan keahliannya kepada mereka yang membutuhkan. Dengan tekad yang kuat, dia memimpin sebuah kegiatan edukasi yang bertujuan untuk membiasakan penggunaan bahasa Indonesia kepada anak-anak jalanan, sebuah langkah progresif yang diharapkan dapat membuka pintu bagi mereka ke dunia yang lebih cerah.
Namun, Raisa tidak melakukannya dengan sendirian. Dia sadar bahwa untuk mencapai dampak yang lebih besar, dibutuhkan bantuan lebih banyak orang untuk mendukung program ini. Oleh karena itu, sebelum kegiatan dimulai, Raisa pun merekrut sejumlah sukarelawan yang berbagi visi dan misi yang sama dengannya. Mereka adalah para relawan yang bersedia membantu dalam penyelenggaraan kegiatan, mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Kegiatan ini tidak sekadar berfokus pada penyampaian materi saja, tetapi juga menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan berarti bagi anak-anak. Sesi pertama, yang dinamakan "Sapa Bahasa", dirancang untuk memperkenalkan bahasa Indonesia melalui pendekatan yang interaktif. Raisa menggunakan materi yang menarik dan permainan peran (roleplay) untuk membuat anak-anak merasa terlibat langsung ke dalam pembelajaran. Dengan berperan sebagai tokoh-tokoh dalam situasi-situasi komunikatif sehari-hari, mereka tidak hanya mendengar kata-kata baru, tetapi juga merasakan bagaimana menggunakan bahasa tersebut dalam konteks yang nyata.
Sesi kedua, yang disebut "Antrian dalam Antrian", menjadi permainan yang sangat dinantikan oleh anak-anak jalanan. Anak-anak diberi tantangan untuk berbaris dan menebak kata-kata dalam bahasa Minangkabau, kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Yang membuatnya menarik adalah bahwa semuanya dilakukan dalam satu barisan saja. Bagi anak-anak yang dapat menjawab dengan benar, mereka berhak untuk maju ke depan dan mengambil makanan yang telah disiapkan, sementara yang lainnya harus kembali ke barisan belakang. Dengan demikian, tidak hanya keterampilan bahasa yang diasah, tetapi juga keterampilan kerja sama dan kebersamaan.
Namun, kegiatan ini tidak hanya menghadirkan kesenangan sesaat. Setelah selesai, hasilnya sangat positif. Anak-anak tampak lebih percaya diri dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Mereka tidak lagi terasa canggung atau ragu-ragu saat berbicara, tetapi malah semakin antusias untuk mengaplikasikan apa yang mereka pelajari.
Inisiatif ini, sebagai bagian dari "Krida Kebahasaan Duta Bahasa Sumatra Barat 2024" dengan nama "Pelangi Bahasa: Warna-warni Bahasa untuk Anak Jalanan", menjadi bukti bahwa pendidikan tidak harus terbatas pada ruang kelas. Bahkan, dengan kreativitas dan dedikasi, ruang publik seperti museum dapat menjadi tempat yang efektif untuk belajar dan mengajar. Raisa berharap bahwa kegiatan semacam ini akan terus berlanjut, memberikan warna-warni bahasa bagi anak-anak jalanan dan membuka pintu bagi mereka untuk mengembangkan potensi mereka yang sebenarnya.
Dengan memperhatikan permasalahan bahwa anak-anak jalanan umumnya masih menggunakan bahasa Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan ini menjadi langkah awal yang penting untuk memperluas wawasan mereka dan memperkuat kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Melalui upaya seperti ini, diharapkan anak-anak jalanan tidak hanya akan menjadi lebih mahir dalam berbahasa, tetapi juga lebih siap untuk terlibat dalam masyarakat secara lebih luas, membuka peluang baru untuk masa depan yang lebih cerah.